Thursday, April 17, 2014

Kedisiplinan Militer




Untuk meningkatkan kedisiplinan, pendidikan ala militer kerap diadopsi. Namun dalam pelaksanaannya, hal itu memiliki ekses negatif berupa tindakan kekerasan verbal maupun fisik. Pendidikan ala militer kerap menjadi pilihan sejumlah lembaga pendidikan, baik yang berada di bawah naungan kementerian maupun swasta. Mengadopsi tata cara militer dalam keseharian proses belajar mengajar hingga cara berpakaian yang militeristik pun menjadi pemandangan sehari-hari. Bukan hal aneh jika para siswa di sejumlah lembaga pendidikan tertentu diberikan jenis pakaian seragam dengan kelengkapan mirip atribut militer. Tata cara yang mewajibkan para junior untuk memberikan hormat kepada seniornya seperti pada sistem pendidikan militer juga diberlakukan. Bahkan, istilah yang digunakan seperti taruna untuk siswa laki-laki dan taruni untuk siswi perempuan pun menjadi hal lumrah. Di Indonesia, ada sekitar 20 lembaga pendidikan tinggi yang dikelola sejumlah kementerian. Beberapa di antaranya berstatus kedinasan, sebutlah seperti Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) yang berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri, Institut Intelijen Negara (IIN), dan sejumlah sekolah-sekolah kedinasan lainnya.

Umumnya, sekolah-sekolah kedinasan ini memang menerapkan pola-pola pembinaan menyerupai militer. Tujuannya kerap dikaitkan dengan dalih mewujudkan disiplin tinggi kepada para siswanya. Namun pada praktiknya, sekolah- sekolah kedinasan dengan penerapan pola-pola pembinaan menyerupai militer tersebut justru memunculkan stigma negatif di kalangan masyarakat, yakni kesan praktik-praktik kekerasan terhadap para siswa yang dilakukan senior kepada juniornya.Rangkain peristiwa kekerasan yang terjadi di beberapa sekolah kedinasan seperti yang kerap terjadi di IPDN serta sejumlah kasus kekerasan lainnya terhadap para taruna sekolah kedinasan, justru melengkapi stigma kekerasan di mata masyarakat. Satria Darma, Ketua Klub Guru Indonesia, menilai kekerasan yang kerap diidentikkan dengan sekolah kedinasan yang menerapkan sistem pendidikan semimiliter dalam pola pendidikannya, merupakan ekses atau akibat dari pemahaman yang salah tentang pola kedisiplinan yang ingin dibangun di sekolah tersebut.

“Kedisiplinan yang akan dibangun seperti apa, itu yang harus didefi nisikan terlebih dahulu. Tujuan dari pendidikannya seperti apa,” katanya. Selama ini, adopsi pola-pola pendidikan militer di sekolah kedinasan memang lebih ditujukan untuk membentuk kedisiplinan di antara para siswa serta sejumlah nilai-nilai positif lainnya. Seperti kebersamaan antara angkatan karena adanya perasaan senasib sepenanggungan selama menjalani pendidikan maupun semangat loyalitas yang dibangun. Ambil contoh IPDN. Sebagai sekolah yang akan mencetak para birokrat, sikap-sikap disiplin dan loyalitas memang menjadi salah satu poin penting ketika mereka menjalankan tugas nantinya. Namun dalam praktiknya, menurut Satria, terjadi pemahaman tentang kedisiplinan yang berlebihan sehingga yang muncul adalah stigma kekerasan di sekolah tersebut.

“Untuk membina ketegasan dan kedisiplinan tidak perlu menggunakan kekerasan. Buat tugas dengan waktu yang dibatasi dan ada sanksi bagi yang tidak selesai,” ujar Satria. “Dan kalau memang ingin membina mental, bukan dengan cara dimaki atau malah dipukuli. Tapi berikan dengan nada ketegasan dan kalau memang ingin menempa fisik, lakukanlah tanpa kekerasan misalnya dengan push up, baris-berbaris. Kekerasan fisik dan makian hanya akan memunculkan dendam yang tidak akan selesai turun-temurun,” katanya. Ading Sutisna, Kepala Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia juga menilai ada pemahaman yang salah selama ini tentang nilai-nilai kedisiplinan yang kerap dikaitkan dengan pendidikan militer. Karenanya, menjadi wajar jika sekolah-sekolah kedinasan selain Akademi Kepolisian (Akpol) maupun Akademi Militer (Akmil) mengadopsi pola-pola pendidikan militer dalam pendidikan mereka.

“Ini sudah berlangsung lama, apalagi secara kesejarahan kita yang militeristik, kemudian menyuburkan praktik pendidikan semimiliter dalam sekolah-sekolah kedinasan,” katanya. Nilai–nilai kemiliteran erat dikaitkan dengan nilai-nilai kedisiplinan, karenanya kerap diadopsi. Namun nilai milter yang cenderung tidak mengenal demokrasi dan menghilangkan nilai-nilai partisipasi inilah ketika diimplementasikan dalam pelaksanan pendidikan justru memunculkan sisi kekerasan saja. “Dan ini tidak pernah direformasi,” tambahnya. Padahal, menurutnya, kedisliplinan tidak harus dibangun dengan kekerasan, namun cukup dengan penanaman nilainilai kedisiplinan yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik oleh para siswa, pemangku kegiatan sekolah, dan para staf pengajar di sekolahsekolah tersebut. Implementasi nilai-nilai kedisiplinan ini pun membutuhkan keteladanan untuk bisa membangun budaya disiplin yang tinggi bagi para siswanya.

Hal ini tanpa harus menempa mereka dengan aksi-aksi fi sik yang justru memicu stigma kekerasan dalam masyarakat. Dalam merumuskan kedisiplinan berdasarkan pada penanaman nilai-nilai, juga membutuhkan sebuah mekanisme lain selain keteladanan, yakni adanya konsep reward and punishment terhadap setiap tindakan yang dilakukan, sehingga para siswa sadar betul dengan apa yang mereka lakukan. Kurang Transparan Munculnya stigma kekerasan pada pendidikan kedinasan di mata publik, menurut Ading, juga terkait dengan manajemen dari pelaksanaan sekolah itu sendiri. Dalam hal ini adalah macetnya sistem pengawasan yang terjadi di dalam internal sekolah tersebut. “Manajemen sekolah lebih bersifat tertutup, tidak transparan, sehingga justu yang muncul adalah kasus-kasus kekerasan,” katanya. Mekanisme kontrol menjadi macet akibat kontrol yang dilakukan tidak melibatkan pada partisipasi masyarakat seperti yang terjadi di lembaga perguruan tinggi dengan majelis wali amanat ataupun semacam komite sekolah untuk pendidikan dasar hingga menengah. “Pengawasan hanya dilakukan di internal dan ini membuat mereka tidak terpantau dari luar,” katanya.

Ke depan, diperlukan sebuah mekanisme pengawasan yang lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi publik atau masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.  Sehingga, praktik-praktik kekerasan yang dianggap sebagai bagian dari pendisiplinan bisa diawasi. “Sekolah-sekolah kedinasan harus bisa lebih terbuka kepada publik untuk ikut dalam proses pengawasan,” katanya. 
Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan dan kepatuhan. disiplin bagi seorang anggota militer atau seorang Prajurit TNI merupakan suatu keharusan dan pola hidup yang harus dijalani. Pembentukan disiplin bagi Prajurit diawali dari masa pendidikan dasar keprajuritan. pembinaan dan pengasuhan merupakan salah satu cara pembentukan disiplin bagi Prajurit. pola pembinaan diberikan melalui intensitas kegiatan disertai doktrin bagi anggota TNI. karena sifatnya yang ‘harus’ tadi, maka perlu diberlakukan suatu peraturan dan ketentuan demi lancarnya penegakan disiplin dalam tubuh organisasi militer.
Penegakkan hukum disiplin militer bersumber kepada peraturan-peraturan hukum disiplin prajurit. Terdapat beberapa peraturan yang berlaku ataupun sudah berlaku dalam rangka penegakkan hukum disiplin militer. Beberapa peraturan tersebut adalah :
1.    Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI.
2.    Peraturan Disiplin Prajurit TNI yang disahkan dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/22/VIII/2005 Tanggal 10 Agustus 2005.
3.    Peraturan pelaksanaan lainnya yaitu Peraturan Urusan Dalam (PUD).
4.    Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
5.    Dokumen-dokumen penting lainnya yang materinya menyangkut disiplin militer :
a)    Sumpah Prajurit.
b)    Sapta Marga.
c)    Delapan (8) Wajib TNI.
dalam undang-undang nomor 26 tahun 1997 tentang hukum disiplin prajurit ABRI menyebutkan pelanggaran disiplin militer terbagi menjadi dua (2), yakni pelanggaran disiplin militer murni dan pelanggaran disiplin militer tidak murni. pelanggaran disiplin militer murni setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit. sedangkan pelanggaran disiplin militer tidak murni merupakan Pelanggaran hukum disiplin tidak murni merupakan setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit.
Kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran hukum disiplin militer tidak murni secara hukum disiplin ada pada Komandan yang bertindak sebagai Papera (Perwira penyerah perkara) setelah mendapat pendapat dan opini hukum dari Oditurat militer.
Prajurit yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer akan dikenakan sanksi berupa tindakan disiplin dan hukuman disiplin. Pemberian sanksi dilakukan oleh Ankum (Atasan yang Berhak Menghukum). Sanksi tindakan disiplin yang dijatuhkan Ankum berupa tindakan fisik dan/atau teguran lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran hukum disiplin prajurit.  Selanjutnya dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI menjabarkan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan Ankum berupa :
1.    Teguran;
2.    Penahanan ringan, paling lama empat belas (14) hari;
3.    Penahanan berat, paling lama dua puluh satu (21) hari.
Penjatuhan tindakan disiplin tidak menghapuskan kewenangan Ankum dalam memberikan hukuman disiplin kepada prajurit yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer.
Dalam hal-hal khusus masa penahanan dalam penjatuhan hukuman disiplin dapat diperpanjang selama tujuh (7) hari, hal-hal khusus yang dimaksudkan oleh Undang-Undang adalah :
1.    Negara dalam keadaan bahaya.
2.    Dalam kegiatan operasi militer.
3.    Dalam suatu kesatuan yang disiagakan.
4.    seorang prajurit yang telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan.
Ankum dalam lingkungan TNI memiliki jenjang kedudukan  berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI, menjabarkan kewenangan Ankum yang terdiri dari :
1.    Ankum berwenang penuh, mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya.
2.    Ankum berwenang terbatas, mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya, kecuali penahanan berat terhadap Perwira.
3.    Ankum berwenang sangat terbatas, mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin teguran dan penahanan ringan kepada setiap Bintara dan Tamtama yang berada di bawah wewenang komandonya.
Selanjutnya dalam Pasal 12 dalam Undang-Undang yang sama menyebutkan setiap Ankum memunyai kewenangan untuk melakukan atau memerintahkan melakukan pemeriksaan terhadap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya, menjatuhkan hukuman disiplin terhadap setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya, serta menunda pelaksanaan hukuman disiplin yang telah dijatuhkannya.
Penyelesaian pelanggaran hukum disiplin militer dilakukan melalui kegiatan :
1.    Pemeriksaan;
2.    Penjatuhan hukuman disiplin;
3.    Pencatatan dalam buku hukuman.
Pemeriksaan dilakukan oleh Ankum ataupun orang yang mendapat perintah dari ankum, atau orang yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap pelanggar hukum disiplin militer dilakukan tanpa paksaan, dan kemudian hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh  pemeriksa dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pemeriksa diperkenankan meminta keterangan dari para saksi dan mengumpulkan alat bukti lainnya untuk kemudian pada saat pemeriksaan selesai dilakukan disatukan dengan BAP, yang selanjutnya dilaporkan kepada Ankum.
Ankum dapat menjatuhkan hukuman disiplin dalam sidang disiplin. Dalam menjatuhkan hukuman disiplin Ankum harus mengusahakan terwujudnya keadilan disamping memberikan efek jera agar si pelanggar tidak melakukan pelanggaran hukum disiplin militer dikemudian hari. Keputusan Ankum dalam menjatuhkan hukuman disiplin dituangkan dalam Surat Keputusan Hukuman Disiplin. Hukuman disiplin yang dijatuhkan Ankum dalam sidang disiplin dilaksanakan segera setelah hukuman disiplin dijatuhkan. Dalam halnya penahanan ringan, terhukum disiplin dapat diperkerjakan diluar tempat menjalani hukuman. Namun terhukum disiplin dengan penahanan berat yang tidak dapat diperkerjakan di luar tempat menjalani hukuman. Hukuman disiplin dicatat dalam buku hukuman dan buku data personel yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer.  Segala ketentuan teknis atau pelaksanaan yang ada dalam Undang-Undang hukum disiplin militer diatur melalui keputusan panglima TNI.
Hukum disiplin militer memiliki persamaan dan perbedaan dengan hukum pidana militer. Persamaan hukum disiplin militer dan hukum pidana militer berupa :
1.    Hukum disiplin militer dan hukum pidana militer memuat ketentuan hal-hal yang dilarang, apabila ketentuan itu dilanggar maka akan dikenakan sanksi.
2.    Hukum disiplin militer dan hukum pidana militer merupakan hukum materiil.
Perbedaan hukum disiplin militer dengan hukum pidana militer berupa :
1.    Hukum pidana militer mengkualifikasikan perbuatan yang dilarang merupakan suatu kejahatan, sedangkan dalam hukum disiplin militer mengkualifikasikan perbuatan yang dilarang merupakan pelanggaran disiplin.
2.    Substansi dari dari hukum pidana militer adalah tindak pidana, sedangkan dalam hukum disiplin militer adalah pelanggaran disiplin.
3.    Hukum disiplin miltier bertujuan menertibkan dalam tubuh organisasi militer, sedangkan hukum pidana militer bertujuan untuk menertibkan penegakkan hukum.
4.    Pelanggaran hukum disiplin militer merupakan pelanggaran yang sifatnya intern organisasi, sedangkan pelanggaran dalam hukum pidana militer merupakan pelanggaran ketertiban umum.
5.    Pelanggaran terhadap ketentuan hukum disiplin militer belum tentu suatu pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana militer.
Sikap disiplin dari suatu prajurit atau pasukan tidak selalu dalam keadaan konstan atau stabil, akan tetapi berubah disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi. Oleh karena itu kedisiplinan bagi seorang prajurit harus seringkali ditinjau untuk dianalisis serta dievaluasi agar senantiasa sikap disiplin bagi prajurit terus melekat. Dalam menyikapi hasil yang telah dievaluasi ketika ditemukan adanya kekurangan atau penurunan kualitas kedisiplinan akan disikapi melalui pembinaan disiplin melalui penegakan hukum untuk menjaga kualitas sikap disiplin yang setiap saat harus dijaga.

sumber : http://maleoveva.wordpress.com/2008/12/02/hukum-disiplin-militer/


No comments:

Post a Comment