Kota Jakarta adalah jantung ibukota dari negara Republik Indonesia di
mana pusat perekonomian beserta berjuta permasalahannya ada di kota kecil padat
penduduk ini. Di balik nama beberapa daerah di Jakarta tersimpan kisah, cerita
dan sejarah dari mana nama itu muncul. Dan ada yang asal namanya unik.
Berikut di bawah ini adalah beberapa asal-muasal nama daerah terkenal di DKI Jakarta :
Berikut di bawah ini adalah beberapa asal-muasal nama daerah terkenal di DKI Jakarta :
GLODOK :
Menurut cerita, nama Glodok berasal dari kata grojok, yaitu suara kucuran air dari pancuran. Nama ini muncul karena pada jaman dulu di kawasan ini terdapat semacam waduk penampungan air dari kali Ciliwung. Kata grojok kemudian berubah karena penduduk disana yang mayoritas keturunan Tionghoa menyebut grojok menjadi Glodok, menyesuaikan dengan lidahnya.
KAMPUNG AMBON :
Berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, nama Kampung Ambon sudah ada sejak tahun1619. Pada waktu itu JP. Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat angkatan perang VOC,Coen pergi ke Ambon lalu merekrut masyarakat Ambon untuk dijadikan tentara. Pasukan dari Ambon yang dibawa Coen itu kemudian diberikan pemukiman di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Sejak itulah pemukiman tersebut dinamakan Kampung Ambon.
SUNDA KELAPA :
Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan di Teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pirespada tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada dibawah kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.
KEBON SIRIH :
Dari namanya sudah dapat ditebak, dahulu kawasan ini merupakan perkebunan sirih, tanaman merambat yang saat itu digemari banyak orang untuk dikunyah atau istilahnya nyirih. Kawasan Kebon Sirih sekarang ini menjadi nama kelurahan, Kelurahan Kebon Sirih yang masuk ke wilayah Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
PASAR SENEN :
Pasar Senen pertama kali dibangun oleh Justinus Vinck. Orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan Vinckpasser(pasar Vinck). Tetapi karena hari pada awalnya Vinckpasser dibuka hanya pada hari Senin, maka pasar ini disebut juga Pasar Senen (disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang yang lebih sering menyebut Senen ketimbang Senin). Namun seiring kemajuan dan pasar Senen semakin ramai, maka sejak tahun 1766 pasar ini pun buka pada hari-hari lain
KWITANG :
Nama Kwitang berasal dari Kwik Tang Kiam, seorang tuan tanah China yang kaya dan hampir semua tanah yang terdapat di daerah tersebut adalah miliknya. Saking luasnya tanah milik Kwik Tang kiam, orang Betawi menyebut kampungnye si Kwik Tang. Mengenai banyaknya orang keturunan Arab tinggal di sana, ada cerita lain lagi. Kwik Tang memiliki seorang anak tunggal yang suka berjudi dan mabuk. Setelah Kwik Tang Kiam meninggal dunia, anaknya yang suka berjudi dan mabuk itu malah menjual semua tanah milik bapaknya kepada saudagar keturunanArab. Sejak itulah banyak keturunan Arab yang tinggal di Kampung Kwitang.PASEBAN :
Menurut cerita, nama Glodok berasal dari kata grojok, yaitu suara kucuran air dari pancuran. Nama ini muncul karena pada jaman dulu di kawasan ini terdapat semacam waduk penampungan air dari kali Ciliwung. Kata grojok kemudian berubah karena penduduk disana yang mayoritas keturunan Tionghoa menyebut grojok menjadi Glodok, menyesuaikan dengan lidahnya.
KAMPUNG AMBON :
Berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, nama Kampung Ambon sudah ada sejak tahun1619. Pada waktu itu JP. Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat angkatan perang VOC,Coen pergi ke Ambon lalu merekrut masyarakat Ambon untuk dijadikan tentara. Pasukan dari Ambon yang dibawa Coen itu kemudian diberikan pemukiman di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Sejak itulah pemukiman tersebut dinamakan Kampung Ambon.
SUNDA KELAPA :
Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan di Teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pirespada tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada dibawah kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.
KEBON SIRIH :
Dari namanya sudah dapat ditebak, dahulu kawasan ini merupakan perkebunan sirih, tanaman merambat yang saat itu digemari banyak orang untuk dikunyah atau istilahnya nyirih. Kawasan Kebon Sirih sekarang ini menjadi nama kelurahan, Kelurahan Kebon Sirih yang masuk ke wilayah Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
PASAR SENEN :
Pasar Senen pertama kali dibangun oleh Justinus Vinck. Orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan Vinckpasser(pasar Vinck). Tetapi karena hari pada awalnya Vinckpasser dibuka hanya pada hari Senin, maka pasar ini disebut juga Pasar Senen (disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang yang lebih sering menyebut Senen ketimbang Senin). Namun seiring kemajuan dan pasar Senen semakin ramai, maka sejak tahun 1766 pasar ini pun buka pada hari-hari lain
KWITANG :
Nama Kwitang berasal dari Kwik Tang Kiam, seorang tuan tanah China yang kaya dan hampir semua tanah yang terdapat di daerah tersebut adalah miliknya. Saking luasnya tanah milik Kwik Tang kiam, orang Betawi menyebut kampungnye si Kwik Tang. Mengenai banyaknya orang keturunan Arab tinggal di sana, ada cerita lain lagi. Kwik Tang memiliki seorang anak tunggal yang suka berjudi dan mabuk. Setelah Kwik Tang Kiam meninggal dunia, anaknya yang suka berjudi dan mabuk itu malah menjual semua tanah milik bapaknya kepada saudagar keturunanArab. Sejak itulah banyak keturunan Arab yang tinggal di Kampung Kwitang.PASEBAN :
Paseban merupakan nama kampung sekaligus nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Paseban berasal dari kata yang artinya tempat berkumpul, yaitu tempat berkumpulnya pasukan Sultan Agung dari Mataram, Jawa Tengah dalam penyerangan Kota Batavia pada tahun 1628 – 1629. Letak kampung Paseban dekat dengan kampung Matraman yang memiliki sejarah yang sama.
KARET TENGSIN :
Karet Tengsin adalah nama kampung yang ada di sekitar Tanah Abang. Nama ini berasal dari nama orang China yang kaya raya dan baik hati bernama Tan Teng Sien. Pada waktu Ten Sien meninggal, banyak masyarakat yang datang melayat, bahkan ada pula yang dari luar Jakarta, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Teng Sien sangat dikenal oleh masyarakat sekitar yang kerap menyebut daerah itu sebagai daerah Teng Sien. Berhubung di daerah itu banyak tumbuh pohon karet, maka daerah ini dikenal sebagai Karet Tengsin
PASAR RUMPUT :
Pasar rumput adalah nama pasar yang berlokasi di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan. Pasar ini sekarang telah menyatu dengan pasar Manggarai. Asal mula penyebutannya Pasar Rumput berasal dari adanya para pedagang yang menjual rumput di kawasan ini. Para pedagang rumput terpaksa berjualan di lokasi ini karena mereka tidak diperbolehkan masuk ke permukiman elit Menteng. Saat itu penghuni daerah Menteng banyak yang memiliki sado sebagai sarana angkutan. Seperti diketahui, sado adalah kendaraan yang ditarik oleh beberapa ekor kuda, nah banyaknya sado yang keluar masuk lingkungan Menteng inilah yang menjadi incaran para penjual rumput. Walaupun para pedagang rumput sudah tidak dapat ditemukan lagi di Pasar Rumput sekarang, masyarakat Jakarta tetap menyebut tempat itu Pasar Rumput.
SENAYAN :
Senayan berasal dari kata Wangsanayanyang dapat berarti “tanah tempat tinggal atau tanah milik seseorang yang bernama Wangsanaya”. Wangsanayan lambat laun berubah menjadi lebih singkat, yaitu Senayan.
Wangsanayan adalah salah seorang berpangkat Letnan asal Bali. Belum ditemukan keterangan lebih lanjut dari tokoh tersebut, demikian pula tentang sejarah yang berkaitan dengan kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Senayan itu.
RAWA BADAK :
Asal– usul nama Rawa Badak berasal dari penyebutan tempat yang merupakan rawa–rawa yang sangat besar. Daerah ini pada masa lalu merupakan rawa-rawa yang luas, kemudian oleh para pendatang rawa ini diuruk sehingga tanah di daerah ini kering dan layak huni. Rawa Badak berasaldari dua kata yang digabung. Rawa berarti tempat yang selalu basah karena banyak air dan badak berasal dari bahasa Sunda atau Jawa yang berarti besar atau luas. Maka bagi orang Sunda atau Jawa, daerah ini disebut Rawa Badak yang berarti rawa yang luas.
MENTENG :
Semula daerah ini merupakan hutan dan banyak ditumbuhi pohon buah–buahan,terutama buah Menteng. Maka masyarakat menyebutnya daerah ini sebagai kampung Menteng. Pada tahun 1912 pemerintah Belanda membeli tanah kawasan ini untuk dijadikan perumahan pegawai pemerintah Hindia Belanda. Sampai sekarang masih banyak rumah-rumah di daerah Menteng ini yang bergaya ala rumah Belanda. Ada juga yang mengkombinasikannya dengan gaya rumah Jawa atau disebut juga dengan konsep Indis (Campuran gaya rumah Belanda dengan gaya rumah Jawa)
PASAR BARU :
Merupakan nama sebuah pasar yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Sebutan nama Pasar Baru, karena pasar ini merupakan pasar yang ada belakangan setelah lingkungan sektor lapangan Gambir dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels. Daerah yang dibangun oleh Daendels sebagai pusat pemerintahan Hindi Belanda yang baru, daerah ini disebut Weltevreden ( tempat yang menyenangkan). Disekitar weltevreden telah ada pasar seperti pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Untuk membedakan satu sama lain, Daendels menyebut pasar itu sebagai Pasar Baru. (Yang baru dibangun).
RAGUNAN :
Kawasan Ragunan dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan, Kelurahan Ragunan, termasuk wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta Selatan. Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yang disandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.
TANAH ABANG :
kawasan Tanah abang meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat.
Menurut Tota M. Tobing (intisari, Agustus 1985), ada anggapan, bahwa namaTanah Abang diberikan oleh orang-orang Mataram yang berkubu di situ dalam rangka penyerbuan Kota Batavia tahun 1628. Pasukan tentara Mataram tidak hanya datang melalui laut di utara, melainkan juga melalui darat dari selatan. Ada kemungkinan pasukan tentara Mataram itulah yang memberi nama Tanah Abang, karena tanahnya berwarna merah, atau abang menurut bahasa Jawa.
Kemungkinan lain adalah bahwa nama itu diberikan oleh orang-orang (Jawa) Banten yang bekerja pada Phoa Bingham, atau Bingam, waktu membuka hutan di kawasan tersebut. Konsesinya diperoleh Bingam, Kapten golongan Cina, pada tahun 1650 (De Haan, II: 413). Mungkin karena pernah bermukim di Banten sebelum hijrah ke Batavia, seperti Benkon, pendahulunya, Bingam pun akrab dengan orang-orang Banten. Benkon pernah membebaskan wangsa, seorang asal Banten,dari tahanan Kompeni dengan uang jaminan sebesar 100 real, pada tahun 1633 (Hoetink dalam Bijdragen 79, 1923:4).
ANGKE :
Asal-usul kata angke berasal dari bahasa Cina dengan dua
suku kata, yaitu ang yang artinya darah dan Ke yang artinya bangkai. Kampung
ini dinamakan Angke karena adanya peristiwa sejarah yang sangat berhubungan
dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1740 ketika terjadi pemberontakan
orang-orang Cina di Batavia, ribuan orang Cina dibantai oleh Belanda.
Mayat orang-orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena orang Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.
BAMBU APUS TMII :
Kalo nama Bambu Apus itu sendiri dikarenakan dahulu daerah ini banyak sekali kebun Bambu, ada Bambu Kuning, Bambu Wulung, Betung, pokoknya hampir semua jenis Bambu ada di tempat ini.
Namun seiring pesatnya penduduk, maka Pohon Bambu di lingkungan ini di babat abis, buat akses jalan.
Makanya disebut Bambu Apus, karena Pohon Bambu nya di Apus - apusin (di hilangkan)
PANCORAN :
Terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat.
Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun 1670 dibangun semacam waduk atau aquada tempat penampungan air dari kali Ciliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dari ketinggian kurang lebih 10 kaki.
Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yang menjajakannya disepanjang saluran-saluran (grachten) di kota. Dari tempat itu pula kelasi-kelasi biasa mengangkut air untuk kapal-kapal yang berlabuh agak jauh dilepas pantai, karena dipelabuhan Batavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang mengambil air dari sana, sering kali mereka harus antri berjam-jam. Tidak jarang kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang-barang yang mereka selundupkan.
Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastil melalui Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Durven (1728 -1732), tetapi dilaksanakan pada awal masa Van Imhoff berkuasa (1743 – 1750). Dengan demikian maka pengambilan air untuk keperluan kapal menjadi tidak terlalu jauh sampai melewati kota.
Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota (Stadhuis) dibuat pula air mancur. Sisa-sisa salurannya masih ditemukan pada tahun 1882, yang ternyata berbentuk balok kayu persegi empat yang dilubangi, disambung-sambung satu sama lain direkat dengan timah (De Haan 1935; 299-300).
RAWAMANGUN :
Melanjutkan cerita mengenai Utan Kayu, hutan yang sangat lebat disertai yang di dalamnya terdapat banyak rawa-rawa yang kemudian setelah masa perang dengan Mataram selesai dan perluasan kota Batavia, mulai diterabas untuk pembangunan wilayah perumahan. Struktur tanah yang sifatnya rawa-rawa asalnya, membuat banyak pembangunan yang menggunakan pondasi ekstra dalam untuk wilayah ini, dan seperti halnya sifat rawa-rawa yang selalu berada di tengah hutan dan mirip halnya daerah Utan Kayu, Rawamangun juga masih relatif lebih hijau.
KUNINGAN :
Kuningan adalah dulunya tempat menetapnya seorang Pangeran dari Cirebon bernama Pangeran Koeningan
JEMBATAN LIMA :
Kampung Jembatan Lima merupakan nama kampung yang sekaligus nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta Barat. Asal – usul nama kampung Jembatan Lima berasal dari adanya lima jembatan yang ada di daerah tersebut, jembatan itu adalah:
• Jembatan yang ada di Jalan Petak Serani (Jl. Hasyim Ashari)
• Jembatan yang ada di dekat bioskop Deni (Jembatan Kedung)
• Jembatan yang ada di Kampung Mesjid ( Jl. Sawah Lio2)
• Jembatan yang ada di Kampung Sawah, gang Guru Mansur (Sawah Lio 1)
Kelima jembatan itu sekarang sudah tidak ada, begitu juga dengan sungainya sudah tidak ada, karena sudah ditutup (diuruk).
CAWANG :
Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar). Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.
Mayat orang-orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena orang Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.
BAMBU APUS TMII :
Kalo nama Bambu Apus itu sendiri dikarenakan dahulu daerah ini banyak sekali kebun Bambu, ada Bambu Kuning, Bambu Wulung, Betung, pokoknya hampir semua jenis Bambu ada di tempat ini.
Namun seiring pesatnya penduduk, maka Pohon Bambu di lingkungan ini di babat abis, buat akses jalan.
Makanya disebut Bambu Apus, karena Pohon Bambu nya di Apus - apusin (di hilangkan)
PANCORAN :
Terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat.
Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun 1670 dibangun semacam waduk atau aquada tempat penampungan air dari kali Ciliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dari ketinggian kurang lebih 10 kaki.
Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yang menjajakannya disepanjang saluran-saluran (grachten) di kota. Dari tempat itu pula kelasi-kelasi biasa mengangkut air untuk kapal-kapal yang berlabuh agak jauh dilepas pantai, karena dipelabuhan Batavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang mengambil air dari sana, sering kali mereka harus antri berjam-jam. Tidak jarang kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang-barang yang mereka selundupkan.
Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastil melalui Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Durven (1728 -1732), tetapi dilaksanakan pada awal masa Van Imhoff berkuasa (1743 – 1750). Dengan demikian maka pengambilan air untuk keperluan kapal menjadi tidak terlalu jauh sampai melewati kota.
Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota (Stadhuis) dibuat pula air mancur. Sisa-sisa salurannya masih ditemukan pada tahun 1882, yang ternyata berbentuk balok kayu persegi empat yang dilubangi, disambung-sambung satu sama lain direkat dengan timah (De Haan 1935; 299-300).
RAWAMANGUN :
Melanjutkan cerita mengenai Utan Kayu, hutan yang sangat lebat disertai yang di dalamnya terdapat banyak rawa-rawa yang kemudian setelah masa perang dengan Mataram selesai dan perluasan kota Batavia, mulai diterabas untuk pembangunan wilayah perumahan. Struktur tanah yang sifatnya rawa-rawa asalnya, membuat banyak pembangunan yang menggunakan pondasi ekstra dalam untuk wilayah ini, dan seperti halnya sifat rawa-rawa yang selalu berada di tengah hutan dan mirip halnya daerah Utan Kayu, Rawamangun juga masih relatif lebih hijau.
KUNINGAN :
Kuningan adalah dulunya tempat menetapnya seorang Pangeran dari Cirebon bernama Pangeran Koeningan
JEMBATAN LIMA :
Kampung Jembatan Lima merupakan nama kampung yang sekaligus nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta Barat. Asal – usul nama kampung Jembatan Lima berasal dari adanya lima jembatan yang ada di daerah tersebut, jembatan itu adalah:
• Jembatan yang ada di Jalan Petak Serani (Jl. Hasyim Ashari)
• Jembatan yang ada di dekat bioskop Deni (Jembatan Kedung)
• Jembatan yang ada di Kampung Mesjid ( Jl. Sawah Lio2)
• Jembatan yang ada di Kampung Sawah, gang Guru Mansur (Sawah Lio 1)
Kelima jembatan itu sekarang sudah tidak ada, begitu juga dengan sungainya sudah tidak ada, karena sudah ditutup (diuruk).
CAWANG :
Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar). Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.
sumber : http://rizka-suryaningsih.blogspot.com/2012/04/033asal-usul-nama-tempat-di-jakarta.html
No comments:
Post a Comment